TANJUNG (TABIRkota) – Kalangan birokrat di kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan (Kalsel), dianggap memiliki tuah tertentu yang oleh sebagian orang dikaitkan dengan mitologi, sebuah kepercayaan yang meyakini dewi fortuna atau keberuntungan selalu memihak calon berlatar belakang birokrat.
Terkait hal tersebut, Pemerhati Politik Banua, Kadarisman berpandangan, bahwa mitologi atau cocoklogi yang berkembang di masyarakat merupakan khasanah berpikir yang dibasiskan pada kejadian empirik masa lalu.
“Tidak dapat dibantah bahwa di Tabalong, unsur birokrat selama ini selalu memenangkan ajang perpolitikkan dibandingkan unsur politisi dan pengusaha,” ujarnya di Tanjung, ibu kota Tabalong, Kamis, (12/9).
Digdayanya birokrat dalam percaturan politik di Tabalong tak dapat dibantah, dimana sejarah mencatat seperti itu dan bagi masyarakat setempat, birokrat dinilai sebagai teknokrat yang punya basis keilmuan mengelola pemerintahan sehingga bisa dikatakan bukan sebuah mitologi atau cocoklogi.
Mantan aktivis HMI tersebut mengatakan, fenomena politik selalu dapat diterangkan secara ilmiah.
“Sebuah riset beberapa tahun lalu di Tabalong, diketahui bahwa kalangan birokrat selalu masuk dalam dua besar yang menjadi pilihan masyarakat,” katanya.
Dilihat dari aspek ilmiah, tambahnya, dominasi unsur bikrokrat di kepemimpinan Tabalong selama ini bukan soal klenik atau sekadar cocokologi, tapi belum maksimalnya kalangan politisi memanfaatkan isu publik dalam konsep pelayanan.
“Selama ini, kepemimpinan eksekutif di Tabalong selalu yang berlatar belakang birokrat sebagai bupati dan wakilnya dari kalangan politisi, dimana kondisi demikian sudah berlangsung sejak bupati pertama Usman Dundrung pada 1965 yang sebelumnya menjabat sebagai kewadenaan,” tambahnya.
1972, bupati Tabalong dijabat Badaruddin Kasim yang juga seorang birokrat, yang terpilih melalui mekanisme di DPRD dibawah pengaruh pemerintahan nasional.
Ismail Abdullah kemudian ditunjuk melalui proses politik sebagai Bupati Tabalong pada 1979, dimana yang bersangkutan, juga merupakan birokrat.
Dominasi Bupati Tabalong dari kalangan birokrat milter terus berlanjut pada pada 1984 di tangan Dandung Suchrowardi dan Obar Sobari pada 1994.
Pasca reformasi 1998, supremasi sipil kemudian menguasai kepemimpinan pemerintahan di Tabalong, dimana pada 1999, birokrat dari kalangan sipil, Noor Aidi tampil sebagai bupati untuk masa kepemimpinan 1999 – 2004 yang dilanjutkan Rachman Ramsyi pada periode 2004 – 2009 dan terakhir Anang Syakhfiani pada periode 2014 – 2024.
Hingga saat ini, praktis dari sejak pertama Tabalong berdiri, semua pejabat bupati berlatar belakang birokrat dan pasca reformasi, birokrat tersebut selalu merujuk pada ASN. (ra)