ZULFA FAUZIAH, wanita berusia 24 tahun asal Balangan, Kalimantan Selatan, bukanlah sosok biasa. Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, Zulfa menjadi satu-satunya anggota keluarga yang merantau ke luar Kalimantan. Perjalanannya bukan hanya tentang pendidikan, tetapi juga tentang misi sosial yang berfokus pada pemberdayaan perempuan. Lulusan Manajemen dari IPB University ini telah menjadi pilar penting dalam inisiatif sosial yang didukung oleh program investsasi berbasis riset yang berkelanjutan oleh Asian Development Bank (ADB) di bidang gender.
Sejak kecil, Zulfa tumbuh dalam keluarga yang mendukungnya untuk mengejar pendidikan. Orang tuanya, pensiunan aparatur sipil negara, selalu memberi dorongan. “Mereka selalu percaya pada pentingnya pendidikan dan dukungan penuh mereka membuat saya semakin termotivasi,” ungkap Zulfa. Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari PT Adaro Indonesia yang didapatnya pada tahun 2017 menjadi langkah awal yang signifikan dalam karirnya.
Setelah lulus pada tahun 2022, Zulfa dihadapkan pada pilihan antara bekerja di perusahaan lain atau melanjutkan kerja sama mewakili alumni IPB di bidang Wirausaha Technology dengan ADB. Memilih yang kedua, ia mengakui, “Saya senang berdampak dan berkomunitas sembari melanjutkan keahlian jurusan saya di bidang manajement organisasi, jadi saya rasa ini adalah langkah yang tepat.” Keputusan ini sejalan dengan komitmennya terhadap perubahan sosial, terutama dalam konteks pemberdayaan perempuan.
Selama kuliah dahulu, Zulfa memang telah aktif mengampanyekan gerakan pemberdayaan perempuan. Melalui esai dan beberapa karya tulis ilmiahnya, ia mengangkat permasalahan kurangnya partisipasi perempuan di Indonesia yang mengakibatkan perempuan lebih banyak terdampar dalam sektor informal yang kurang mendapat perlindungan hukum. “Ini bermula dari keresahan saya ketika melihat fakta bahwa perempuan sulit speak up,” terangnya. Kampanye ini berhasil mengantarnya juara II pada ajang IPB National Essay Competition 2018 dan berhasil diimplementasikan dalam konferensi internasional di Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Saat ini, Zulfa bekerja di PT Sinar Perempuan Indonesia, sebuah perusahaan yang didukung penuh oleh Lembaga Bisnis IPB dan beberapa dosen peneliti gender tingkat nasional. Ia memimpin proyek yang mengembangkan socio-technopreneur untuk pemberdayaan perempuan dengan dukungan investasi dari ADB. Berkantor di Jakarta dan Bogor, Zulfa bertanggung jawab untuk menjalankan program yang sudah berjalan selama dua setengah tahun. “Kami sudah mengeluarkan aplikasi (Female in Action) yang memungkinkan perempuan melaporkan kekerasan dan pelecehan yang mereka alami, langsung terhubung dengan psikolog,” ujarnya. Aplikasi ini tidak hanya menjadi alat pelaporan, tetapi juga sarana bagi perempuan untuk mendapatkan dukungan kesehatan mental.
Dengan inovasi ini, Zulfa dan timnya telah berhasil membantu sekitar 350 kasus kekerasan dan pelecehan perempuan per tahun di wilayah Jawa, terutama dari kalangan perempuan yang bekerja dan ibu rumah tangga. “Kami ingin perempuan tidak hanya merasa aman, tetapi juga berdaya dan memiliki keterampilan yang baik,” tambahnya. Fokus pada pengembangan diri ini merupakan bagian integral dari visi Zulfa untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman, inklusif dan mendukung bagi perempuan.
Zulfa tidak hanya fokus pada aspek teknis dari pekerjaannya, tetapi juga menyadari pentingnya kolaborasi. Dia aktif berhubungan dengan berbagai perusahaan dan lembaga untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu perempuan. “Kami ingin mendorong perusahaan untuk lebih terlibat dalam program CSR yang mendukung pemberdayaan perempuan,” katanya. Kerjasama dengan pihak korporat juga menciptakan peluang bagi perempuan untuk mendapatkan pelatihan dan akses ke peluang kerja.
Selain itu, Zulfa terlibat dalam penyusunan kurikulum pemberdayaan perempuan yang digunakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan. “Ini bukan hanya tentang memberikan bantuan, tetapi juga tentang menciptakan fondasi pendidikan yang kuat bagi generasi mendatang,” tegasnya. Melalui kolaborasi ini, Zulfa berharap dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam berbagai sektor, termasuk bisnis, kebijakan dan teknologi.
Meski sibuk dengan rutinitasnya, Zulfa tetap meluangkan waktu untuk hobi yang ia cintai, seperti membaca dan hiking. Dari bacaan, ia tertarik pada buku novel dan pengembangan diri. “Kalau novel saya suka karangan Robin Sharma berjudul The 5AM Club. Untuk pengembangan diri dan kepemimpinan, saya merekomendasikan karya John Maxwell,” sarannya.
Tak hanya sebatas suka membaca, ia juga telah menulis buku berjudul “Perjalanan” yang menceritakan pengalamannya sebagai anak rantau di Jakarta. “Buku ini adalah bentuk refleksi dari semua tantangan dan keberhasilan yang saya alami,” tuturnya. Karya ini tidak hanya bermanfaat bagi dirinya, tetapi juga bagi banyak pembaca yang mungkin mengalami perjalanan serupa.
Zulfa menganggap penting untuk berbagi pengalaman dan pelajaran yang didapatkan selama merantau. Ia menyadari bahwa perjalanan tidak selalu mudah, terutama ketika harus beradaptasi dengan lingkungan baru. “Ada fase di mana saya merasa berada di titik terendah, tetapi dukungan dari teman-teman sesama penerima beasiswa sangat membantu,” katanya. Solidaritas di antara mereka menciptakan rasa kebersamaan yang kuat, membantu mereka untuk saling mendukung dan menguatkan.
Melihat ke depan, Zulfa berharap bisa membawa inisiatif pemberdayaan perempuan ke daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) seperti Kalimantan, tanah kelahirannya. “Saya ingin memperluas jangkauan kami, agar perempuan di daerah juga mendapatkan akses ke pemberdayaan,” katanya penuh semangat. Dia percaya bahwa setiap perempuan memiliki potensi besar. Dengan dukungan yang tepat, mereka bisa berkontribusi lebih bagi masyarakat.
Zulfa menjadi contoh nyata dari pemimpin muda yang tidak hanya berpikir tentang kesuksesan pribadi, tetapi juga tentang bagaimana memberi dampak positif bagi orang lain. Ia mengingatkan bahwa di balik setiap pencapaian, ada perjalanan dan dukungan dari orang-orang terdekat. “Sebagai anak bungsu, memang ada kekhawatiran orang tua melepaskan saya ke lingkungan baru, tetapi dukungan mereka membuat saya kuat,” tutup Zulfa dengan tulus.
Lebih dari sekadar pencapaian individu, wanita penyuka Soto Banjar dan paliat ini mewakili harapan bagi banyak perempuan di Indonesia. Ia menunjukkan bahwa meskipun tantangan mungkin menghalangi, keinginan untuk membantu orang lain dan menciptakan perubahan sosial yang berarti dapat menjadi motivasi yang kuat. Keberhasilannya dalam memimpin project dan bisnis mewakili alumni IPB dibidang usaha berkelanjutan berhasil memenangkan penghargaan Best Performance Startup se-Asia Tenggara oleh ADB 2023 adalah bukti bahwa dengan dedikasi dan kerja keras, keberhasilan tidak hanya bisa dicapai untuk diri sendiri, tetapi juga untuk komunitas yang lebih luas.
Melalui perannya, Zulfa berkontribusi pada misi yang lebih besar, yaitu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara. Dengan pendekatan berbasis riset dan teknologi, ia laksana pendekar bagi kaum perempuan yang siap membantu mengatasi masalah-masalah sosial yang telah lama ada. “Kita tidak hanya ingin membantu, tetapi juga ingin memberdayakan, sehingga perempuan bisa menjadi agen perubahan di komunitas mereka sendiri,” tuturnya.
Setiap langkah kecil menuju pemberdayaan perempuan bisa berujung pada perubahan besar. Dengan tekad dan komitmen, Zulfa menunjukkan bahwa generasi muda memiliki kekuatan untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Dalam perjalanan hidupnya, ia berusaha menyalakan semangat bagi perempuan lain untuk mengikuti jejaknya, menjadikan pengalaman merantau sebagai batu loncatan untuk masa depan yang lebih cerah.