
Penulis: Agus
NIKAH SIRI, yang juga dikenal dengan nikah di bawah tangan atau nikah liar, adalah pernikahan yang dilangsungkan tanpa tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru dan sepertinya akan tetap berlangsung selama dipersepsikan sebagai praktik yang lumrah dan biasa. Nikah siri, selain memiliki penyebab, juga menimbulkan dampak yang belum banyak diketahui dan dipahami masyarakat secara umum.
Tulisan ini adalah bagian pertama dari dua tulisan.
***
Bagian Pertama
Penyebab Nikah Siri
Usia Pasangan Belum 19 Tahun. Usia pasangan calon pengantin (catin) yang diizinkan menikah adalah 19 tahun. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 juga menjelaskan bahwa dalam keadaan sangat mendesak orang tua dapat meminta dispensasi kepada pengadilan agama.
Pasangan catin, baik keduanya atau salah satunya yang usianya kurang dari 19 tahun, lebih memilih nikah siri daripada mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama. Alasan mereka beragam, antara lain tidak mengetahui bahwa dapat dimintakan dispensasi kepada pengadilan agama, hari dan tanggal resepsi pernikahan sudah ditetapkan sehingga untuk mengurus ke Pengadilan Agama tidak memungkinkan, Pengadilan Agama memutuskan ditolak namun mereka tetap melangsungkan nikah siri, tidak berani atau tidak memahami tata cara pengurusan di Pengadilan Agama.
Poligami. Peraturan Menteri Agama Nomor 30 tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan mengatur bahwa bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang harus menyertakan penetapan izin poligami dari pengadilan agama.
Ketidaktahuan terhadap peraturan tersebut, walaupun alasan ini sangat jarang ditemukan, adalah salah satu penyebab suami melangsungkan nikah siri dengan calon istri kedua. Adapun yang banyak ditemukan adalah seorang suami tidak mendapatkan persetujuan dari istri pertama, dan calon istri kedua bersedia nikah siri.
Belum Memiliki Akta Cerai. Pasangan suami istri, menurut penyataan mereka, telah lama ”bercerai” namun tidak dilakukan di pengadilan agama sehingga mereka tidak memiliki akta cerai. Seorang wanita, yang beranggapan telah lama dicerai suaminya, ketika dipinang oleh laki-laki lain lebih memilih nikah siri daripada mengurus perceraiannya di pengadilan agama terlebih dahulu. Seorang wanita perawan kadang juga bersedia dinikahi siri oleh laki-laki yang pernah beristri dan mengaku telah menceraikan istrinya tanpa proses pengadilan.
Nikah Siri Sebelumnya. Pasangan suami istri dengan status nikah siri, status perkawinan mereka di Kartu Keluarga tertulis ”Kawin belum Tercatat ”. Apabila kemudian mereka bercerai, maka status perkawinan mereka menjadi ”Cerai Hidup belum Tercatat ”. Dengan status tersebut, apabila mereka hendak nikah dengan calon pasangan baru, mereka akan kembali melakukan nikah siri karena tidak memiliki akta cerai.
Pada kasus ini, untuk mendapatkan akta cerai, dapat diupayakan dengan cara itsbat nikah untuk bercerai di pengadilan (KHI pasal 7 ayat 3 huruf a). Namun ada juga yang ”kemungkinan besar” tidak dapat diupayakan, misalnya bagi seorang wanita perawan yang dinikahi siri oleh seorang laki-laki yang beristri atau sebaliknya.
Waktu. Pasangan suami istri dengan status nikah siri, selain sebagaimana diuraikan di atas, beralasan tidak cukup waktu untuk mengurus kelengkapan syarat-syarat pendaftaran kehendak nikah. Alasan tidak cukup waktu misalnya adanya kesibukan, tempat tinggal jauh dari kantor desa/keluharan dan lain-lain.
Tidak Mendapat Izin Wali. Wali nikah adalah salah satu rukun nikah. Dalam keadaan tertentu, terdapat wali nikah (wali nasab) yang adhal atau enggan menikahkan seorang wanita, misalnya seorang ayah enggan menikahkan anaknya dengan seorang laki-laki. Seorang wanita, sebab wali nikahnya enggan menikahkannya dengan seorang laki-laki, memilih nikah siri dengan wali muhakkam.
KHI pasal 23 ayat 2 dan PMA nomor 30 tahun 2024 pasal 13 ayat 6 menerangkan bahwa wali nikah bagi seorang wanita yang walinya adhal adalah wali hakim setelah ada putusan pengadilan agama. Wali hakim adalah ”penghulu yang diberi tugas tambahan sebagai kepala KUA”. Aturan ini, menurut sebagian masyarakat, dianggap mempersulit pasangan calon pengantin yang hendak menikah di KUA, sehingga mereka memilih nikah siri.
Ekonomi. Alasan ini sebenarnya tidak logis karena nikah di KUA gratis, namun alasan ini ditemukan pada sebagian kecil masyarakat. Dalam hal ini, penulis belum memverifikasi kapan pernikahan mereka berlangsung dan dari mana atau dari siapa mereka mendapatkan infomasi tersebut. Sehingga dalam beberapa kesempatan, penulis sering menyampaikan aturan tentang biaya pernikahan.
Ketidaktahuan Akan Aturan. Selain kasus-kasus yang telah dijelaskan sebelumnya, seperti ketidaktahuan bahwa usia catin yang belum 19 tahun dan izin poligami dapat dimintakan dispensasi kepada pengadilan agama, juga terdapat sebab ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan lain tentang pernikahan yang menyebabkan mereka melangsungkan nikah siri.
Contohnya, pasangan suami istri, dengan status nikah siri, melangsungkan nikah siri pada usia 19 tahun ke atas karena mereka mengira bahwa usia minimal untuk menikah adalah 20 tahun atau lebih.
Persepsi. Terdapat anggapan sebagian kecil masyarakat bahwa nikah di KUA sulit atau istilah lain ”ribet”. Padahal ”sulit” berbeda dengan ”dipersulit”. Selama sesuai peraturan seyogyanya syarat-syarat yang ditetapkan tidak dapat dikatakan sulit.
Sebagai contoh syarat yang dianggap sulit adalah sebagaimana uraian di atas, syarat dispensasi pengadilan bagi catin yang belum berusia 19 tahun, izin poligami dari pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang, dan penetapan wali hakim dari pengadilan agama bagi wali nikah yang enggan. Selain itu, contoh lain adalah catin belum memiliki akta kelahiran dan catin belum mengambil akta cerai di pengadilan agama.
Anggapan lain sebagian kecil masyarakat, khususnya bagi catin yang tidak sempat melengkapi syarat-syarat pernikahan, adalah nikah siri sudah sah dan nikah di KUA hanya formalitas. Bahkan ada yang cenderung ”abai”, khususnya catin yang sebenarnya cukup kelengkapan syarat-syarat pernikahan, dengan mengatakan ”nanti gampang saja nikah ulang di KUA”.
Beberapa penyebab nikah siri tersebut, sehingga membuat nikah siri tetap langgeng pada sebagian kecil masyarakat, dimungkinkan karena mereka tidak mengetahui dampak setelah nikah siri. Oleh karena itu, penting disampaikan beberapa dampak dari nikah siri. (bersambung bagian dua)

Pengamat Sosial Kemasyarakatan, tinggal di Banjarbaru




