BARABAI (TABIRKota) — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) telah mengantongi bukti atas temuan dugaan oknum pambakal atau kepala desa tidak netral pada Pilkada 2024.
Koordinator divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu HST, Hairul mengatakan, pihaknya menemukan dugaan ketidaknetralan sejumlah oknum pambakal, padahal belum masuk tahapan penetapan pasangan calon di Pilkada mendatang.
“Untuk mencegah, kami telah mengimbau sejak jauh hari kepada ASN, BPD, kepala desa dam aparat desa agar netral,” katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (20/8).
Saat ini, ujarnya, KPU HST belum menetapkan pasangan calon yang akan bersaing pada Pilkada nanti, namun ada dua calon yang dipastikan akan mendaftar pada 27 hingga 29 Agustus.
“Dari hasil pengawasan, ditemukan dugaan ketidaknetralan oknum pambakal yang mengarah kepada kedua pasangan calon,” ujarnya.
Bawaslu HST juga telah menggali informasi, mengumpulkan beberapa bukti berupa foto, stiker, spanduk tagline salah satu pasangan calon dan rekaman video untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan.
Kemudian surat penerusan dugaan pelanggaran perundang-undangan juga telah dilayangkan ke instansi terkait untuk ditindaklanjuti atau diberikan sanksi oleh yang berwenang.
Penerusan tersebut, tambah Hairul, berpedoman pada Surat Edaran Bawaslu RI Nomor 92 Tahun 2024 tentang Penanganan Pelanggaran Netralitas Kepala Desa pada Pemilihan Kepala Daerah 2024.
“Kami menemukan dugaan pelanggaran ketentuan Pasal 29 huruf (b) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang berbunyi, Kepala Desa dilarang: membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu,” tambahnya.
Jika sudah masuk tahapan penetapan pasangan calon dan masa kampanye, maka berlaku Pasal 71 undang undang nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Gubernur dan Wakil Gubernur, bahwa pejabat negara, pejabat daerah, ASN, TNI/POLRI dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Sedangkan ancaman pidananha sesuai pasal 188 UU nomor 1 tahun 2015, yakni dipenjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda minimal Rp600 ribu serta maksimal Rp6 juta.
Selanjutnya pada pasal 189 terhadap Calon Gubernur, Calon Bupati dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat BUMN, BUMD, ASN, POLRI, TNI dan Kepala Desa atau sebutan lain lurah serta perangkat desa dapat dipidana penjara minimal satu bulan dan maksimal enam bulan atau denda minimal Rp600 ribu dan maksimal Rp6 juta.
Jika memenuhi unsur pidana pemilihan, maka akan diproses melalui Sentra Gakkumdu yang melibatkan jajaran Bawaslu, POLRI dan Kejaksaan. (fer)
Seandainya memang hukum benar diterapkan,,maka terlalu bnyk pelanggaran yg selalu terjadi disetiap pilkada/pilpres.tapi apa daya ketika uang dan kekuasaan sdh berbicara.semua hukum akan lumpuh,jd mending tidak usah sok jadi pahlawan disiang bolong.