Penulis: Kadarisman
KEMAREN saya ditelpon seorang jurnalis. Beliau bertanya peta politik di Tabalong secara khusus, dan juga Kalsel. Dari banyak nama yang siap maju jika dikehendaki rakyat, mana figur realistis yang bakal melenggang ke panggung Pilkada?
Banyak figur yang siap maju tentu saja benar. Tetapi yang mempersiapkan diri untuk maju tidak banyak. Siap maju dan mempersiapkan maju tentu berbeda. Perbedaan mencolok ada pada landasan dan pijakkan infrastruktur politik mana yang sudah seseorang genggam.
Melihat landasan itu maka, saya melihat hanya ada 3 figur calon bupati yang bakal mengkristalisasi melenggang ke kontestasi sesungguhnya. Tiga Figur itu pada waktunya akan menjelaskan tentang pasangan pendamping yang menemaninya. Namun manakah yang lebih kuat?
Tiga Figur itu mana yang kuat? Bicara mana yang kuat tidak sama berbicara mana yang akan menang. Bicara kekuatan itu berbicara kapital dari berbagai sisi. Katakanlah siapa diantara figur itu paling cukup finansialnya? Itu indikator pertama.
Indikator kedua, siapa diantara figur itu yang mampu mentransformasikan kapital yang dimiliki untuk menciptakan tim pemenangan yang soliditasnya tinggi, terseleksi dan teruji integritas dan loyalitas.
Indikator kedua sangat penting, sebab jika asal comot asal ada yang terjadi bukan menjadi tim pemenangan, melainkan melemahkan dan menegaskan kekalahan. Tantangan tim pemenangan sendiri sangatlah dinamis dan kompleksitas.
Indikator ketiga tak kalah krusial adalah strategi apa yang hendak dijalankan oleh tim pemenangan.
Membicarakan strategi tidak dapat hanya mengandalkan feeling politik, insting, nalar dan asumsi dari pengalaman sebelumnya. Figur petarung harus betul betul mengetahui road map medan laga yang hendak dimenangkan.
Strategi haruslah berbasis kepada data dan fakta ilmiah. Data-data ilmiah laksana GPS yang menuntun pengguna mencapai goal tujuan dengan jalur tercepat, efisien dan efektif.
Menjalankan strategi yang tidak dilandaskan pada data data ilmiah akan menimbulkan potensi tim saling berasumsi dan dapat menimbulkan friksi yang merugikan. Isu orang dipercaya dan kurang dipercaya, orang dekat dan ring terluar menjadi duri dalam daging pemenangan.
Tiga penentu di atas dari finansial, soliditas tim pemenangan dan strategi yang digunakan tidak menjadi penting, kalau calonnya tidak ada atau tidak mendapatkan tiket untuk bertarung.
Maka hal perlu diamankan adalah sudah punya ticket maju apa belum? Tingginya dinamika dalam politik membuat komunikasi politik tidak boleh terputus hingga detik detik pendaftaran. Sebab pernikahan saja bisa putus di tengah jalan, apalagi hanya janji setia sebelum akad nikah.
Pada fase ini, totalitas calon sangat dibutuhkan. Jika tidak, maka akan mengalami turbulensi sendiri.
Sekarang siapa tiga Figur Realistis yang dapat maju ke panggung kontestasi demokrasi kepala daerah di Tabalong?
Pertama, H Noorhasani atau H Sani. Kenapa H Sani muncul? Ada alasannya. Pertama secara eksplisit atau pun implisit H Sani telah menunjukkan dia bakal maju.
Itu saja tidak cukup, tetapi dia telah mengkapitalisasi kekuatan politik secara kongkret dengan menakhodai Nasdem. Bahkan tidak seja menjadi nakhoda Nasdem, tapi dia mewujudkan secara elektoral dia digdaya. Bukti kongktenya, H Sani mampu mengeskalasi begitu signifikan kursi Nasdem di DPRD Tabalong.
Hasil nyata itu membuatnya di atas angin dan membuatnya sangat otoritatif menentukan pasangannya ketika hendak berlaga, tanpa tergantung pada kekuatan koalisi.
Lalu. Siapa figur kedua? Saya melihat figur kedua paling realistis adalah H Marlan. Alasannya hampir serupa dengan H Sani. Figur kedua ini tak bisa dipandang sebelah mata. Melonjaknya kursi PKB di DPRD Tabalong tidak bim salabim. Ada campur tangannya yang tidak bisa dinafikan.
H Marlan membawa kekuatan indikator pertama yang saya tuliskan di atas. Jika dia mampu meracik dengan apik indikator pertama, kedua dan ketiga, maka peta pemenangan politik di Tabalong akan sangat mendebarkan banyak pihak.
Jika dia berlaga, maka dia tidak berangkat dengan tangan kosong. Dia punya partai, dan punya kekuatan di legislatif. Dia memiliki senapan dengan peluru yang bisa mematikan lawan. Dan itu bukan sekadar ancaman dari Selatan.
Figur ketiga adalah HM. Noor Rifani. Figur ketiga ini, juga tidak dapat tidak dianggap. H Fani, paham indikator ketiga yang saya tulis di atas. Pengalamannya sebagai pernah menjadi Kepala Bappeda Tabalong, membuatnya figur paling awareness terhadap data – data.
H Fani mengerti apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. Dengan begitu, dia telah menjalankan strategi berbasis fakta – fakta ilmiah.
H Fani, kendati bukan nakhoda partai politik, melainkan seorang birokrat, mesti diingat dia memiliki kedekatan dengan partai Golkar. H Fani punya hubungan spesial dengan ketua Golkar Tabalong, itu akan memudahkan baginya untuk memiliki ticket.
Apalagi, nama H Fani salah satu yang dikomendasikan ke Golkar pusat untuk maju di pilkada 2024. Bahkan H Fani bisa dikatakan selangkah lebih maju, sebab PKS pun telah pula memberi ticket kepadanya. Koalisi Golkar dan PKS itu sudah cukup aman baginya untuk menatap pilkada.
Diyakini ticket pilkada di Tabalong akan habis untuk tiga pasangan calon saja. Walaupun sebenarnya kalkulasi kursi partai politik di DPRD bisa memunculkan empat. pasangan calon.
Habisnya ticket hanya untuk tiga pasangan calon disebabkan figur – figur tersebut tentu menghendaki terjadinya koalisi dengan berbagai macam alasan politik. Demikian juga Nasdem yang mampu melenggang sendirian, dipastikan tidak ingin melangkah sendiri. Dia butuh teman sejati agar dapat berbagi beban.
Kembali kepada pertanyaan semula, siapa kemudian yang paling kuat di antara tiga Figur di atas?
Saya kira publik sudah dapat menerka. Saya tidak ingin menulisnya di sini, karena itu akan membuat saya berpihak. Biarlah publik menjalankan nalarnya secara bebas dan mengambil kesimpulan sendiri – sendiri.
Karena begini sahabat, kemenangan tidak selalu diciptakan siapa yang kuat, sekalipun yang kuat punya jalan lebih dekat pada kemenangan. Tapi kemenangan dapat diciptakan dari terpadunya banyak variabel yang bertaut hingga ke lubuk hati terdalam.
Sebagai penutup, maka yang kuat adalah rakyat. Jika rakyat bersepakat secara mayoritas, figur mana pun akan menang. Rakyatlah yang kuat dan yang menang.***