
TAK banyak yang tahu bahwa di balik senyum ramah dan prestasi seorang Muhammad Risanta, jurnalis senior yang kini dikenal di dunia pers dan pendidikan, tersimpan kisah panjang penuh perjuangan, air mata serta keteguhan hati.
Perjalanan hidupnya bukan sekadar kisah sukses, melainkan cermin tentang ketabahan, cinta keluarga dan keyakinan bahwa badai pasti berlalu.
* * *
Terpuruk di Titik Terendah
RISANTA pernah berada di titik paling gelap dalam hidupnya. Usaha yang ia rintis dengan harapan besar justru membuatnya terjerembab. Ia kehilangan segalanya, harta benda, tabungan hingga kepercayaan diri.
“Waktu itu, saya cuma punya kasur, keranjang piring dan semangat yang hampir padam,” kenangnya.
Dalam kondisi sulit, ia tetap berjuang. Ia rela menjadi kuli bangunan, pekerja serabutan, bahkan melakukan apa saja yang halal demi bertahan hidup.
Di tengah keterpurukan, ada satu momen yang tak pernah terlupakan, ketika anaknya menangis minta susu, sementara ia tak punya uang sepeser pun.
“Saya sempat mendonorkan darah hanya untuk dapat uang untuk membeli susu kotak. Rasanya pedih sekali sebagai ayah,” ujarnya.
* * *
Dikuatkan oleh Cinta dan Iman
NAMUN di balik kesedihan itu, ada sosok yang menjadi pelita hidupnya, istrinya. Ia yang selalu memberi semangat, sabar menghadapi kerasnya hidup dan mengingatkan bahwa Tuhan tidak pernah tidur.
“Kalau bukan karena istri, mungkin saya sudah menyerah. Dia yang selalu berkata untuk bangkit, meyakinkan bahwa saya punya kemampuan dan bukan orang gagal,” katanya.
Dari situ, ia kembali bangkit. Sedikit demi sedikit, ia menata hidup, kembali menulis, melamar pekerjaan dan memperbaiki reputasi.
* * *
Bangkit dan Menemukan Jalan Baru
PERJUANGAN panjang itu membuahkan hasil. Dari seorang kuli dan pekerja serabutan, Risanta berhasil kembali ke dunia yang dicintainya, yakni jurnalistik.
Ia kembali menulis berita, menembus ruang redaksi dan dikenal dengan gaya tulisannya yang tajam, humanis serta berkarakter.
Tak berhenti di situ, ia terus mengembangkan diri. Kini, Risanta tak hanya dikenal sebagai jurnalis profesional, tetapi juga dosen, trainer komunikasi dan tour guide wisata yang menginspirasi banyak orang muda.
Ia kerap diundang dalam berbagai forum, termasuk bertemu para pejabat tinggi hingga menteri, berbicara tentang peran media dan pendidikan karakter.
“Saya tidak pernah menyangka, dulu saya kuli, sekarang bisa duduk satu meja dengan menteri. Tapi semua itu bukan keajaiban, tapi hasil kerja keras, doa dan keyakinan,” ujarnya.
Bagi Risanta, keberhasilan bukan soal jabatan atau materi, tapi tentang proses. Ia ingin setiap anak muda belajar bahwa kegagalan bukan akhir, melainkan awal dari kebangkitan.
“Saya pernah di bawah sekali, tapi dari situ saya belajar arti bersyukur. Jangan pernah malu jatuh, malu lah kalau tidak mau bangkit,” katanya.
Kini, Risanta menjadi inspirasi bagi banyak kalangan, jurnalis muda, mahasiswa, bahkan masyarakat yang tengah berjuang dari nol.
Ia hidup sederhana, tetap rendah hati, dan selalu mengingat masa lalu yang membentuknya.
Kisah Muhammad Risanta adalah bukti bahwa hidup bisa berubah arah kapan saja, asalkan tak kehilangan semangat dan keyakinan.
Dari kuli ke ruang redaksi, dari gelapnya keterpurukan hingga bertemu menteri, perjalanannya mengajarkan bahwa tak ada mimpi yang mustahil bagi mereka yang mau berjuang. (ra)







