
Oleh: M Alfi Syahrin
DI TENGAH kabut yang menyelimuti pegunungan Loksado, suara “kamera, rolling!” menggema di tepian sungai Hulu Banyu, Kecamatan Lokasado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan (Kalsel).
Suara itu datang dari tim kecil pembuat film berjudul Pulasit, karya terbaru sineas lokal HSS yang kini memasuki tahap pasca produksi.
Selama empat hari, 24 hingga 27 Oktober, tim yang dipimpin sutradara Fin Lee Neo dan co-director Sulian Syah mengeksekusi cerita bernuansa horor-drama di jantung alam Loksado.
Mereka bukan kru dari luar daerah, melainkan anak-anak muda HSS yang bertekad membuktikan bahwa film berkualitas juga bisa lahir dari Bumi Rakat Mufakat (sebutan lain untuk HSS, red).
***
Antara Cinta, Dendam dan Arwah Pulasit
PULASIT mengisahkan Marni, pengantin baru yang hidupnya berubah mencekam setelah kerasukan sosok gaib bernama Pulasit.
Suaminya, Kasman, terombang-ambing antara cinta dan ketakutan saat berusaha menyelamatkan sang istri dari kekuatan tak kasatmata yang menyimpan rahasia kelam pengkhianatan, iri hati dan dendam lama.
Namun di balik kisah mistis itu, film ini sejatinya bicara tentang manusia dan batinnya; cinta, kesetiaan dan luka yang belum sembuh.
***
Dari Hulu Banyu ke Layar Lebar
PRODUKSI film Pulasit mendapat dukungan pendanaan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel melalui Ekraf serta sponsor dari sejumlah pihak swasta di HSS.
Saat ini, Pulasit tengah digarap di tahap pasca produksi dan dijadwalkan tayang di bioskop pada November mendatang.
Rencananya, film Pulasit juga akan diputar dalam agenda nonton bareng bersama masyarakat saat perayaan Hari Jadi ke-75 HSS pada Desember mendatang.
Co-Director film Pulasit, Sulian Syah menilai, hadirnya film tersebut bukan sekadar karya hiburan, tetapi juga wadah kolaborasi dan kebanggaan bagi pelaku kreatif lokal.
“Film Pulasit yang digarap oleh insan kreatif lokal menjadi bukti nyata bahwa filmmaker daerah mampu berkontribusi dalam pengembangan ekonomi kreatif, sekaligus mempromosikan potensi wisata daerah,” ujarnya.
***
Film sebagai Jembatan Ekonomi dan Pariwisata
SELAIN menghadirkan kisah yang menegangkan, Pulasit juga menjadi jembatan promosi wisata bagi Loksado.
Lokasi syuting di Hulu Banyu, kata Sulian Syah, menampilkan panorama alam yang mempesona, sungai jernih, hutan hijau hingga budaya masyarakat adat Dayak Meratus yang sarat tradisi.
“Melalui film Pulasit, para sineas tidak hanya menghadirkan karya yang sarat nilai seni dan budaya, tetapi juga memperkenalkan keindahan serta keunikan wisata Loksado,” katanya.
Kehadiran film Pulasit juga menjadi bukti bahwa potensi ekonomi kreatif tidak hanya tumbuh di kota besar, melainkan bisa mekar di daerah yang punya semangat kolaborasi dan kecintaan pada tanah kelahiran.
***
Langkah Awal Dunia Perfilman HSS
DENGAN dukungan Pemprov Kalsel dan komunitas lokal, Pulasit menjadi langkah awal kebangkitan perfilman di HSS.
Film tersebut bukan sekadar proyek hiburan, tetapi juga simbol keberanian sineas muda daerah untuk menembus batas dan membawa identitas lokal ke layar lebar.
“Potensi besar juga dapat tumbuh dari semangat kolaborasi dan kreativitas anak-anak daerah yang mencintai tanah kelahirannya,” tambah Sulian Syah.
Jika semua berjalan sesuai rencana, Pulasit akan menjadi salah satu film lokal pertama dari HSS yang tayang di bioskop dan disaksikan masyarakat luas.
Di balik kabut dan mitos Loksado, Pulasit bukan hanya kisah tentang arwah penasaran.
Ia adalah cerita tentang semangat anak daerah yang ingin dunia tahu, mereka juga bisa bercerita lewat layar lebar.
Karya film lokal garapan tim Filmmaker Hulu Sungai Selatan ini lahir dari tangan kreatif anak daerah, memadukan kisah mistis, cinta dan promosi wisata Loksado. (alf/ra)




