Dialog PB PMII HSS bersama Tokoh Adat, Dayak Meratus Tolak Taman Nasional

“Dari hasil dialog disimpulkan, masyarakat adat Dayak Meratus, khususnya di Dusun Malaris, menolak rencana penetapan kawasan Meratus sebagai taman nasional”

Pengurus PB PMII bersama tokoh masyarakat Adat Dayak Meratus saat melakukan kunjungan ke Malaris (foto: TABIRkota/alfi syahrin)

KANDANGAN (TABIRkota) — Masyarakat adat Dayak Meratus di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan (Kalsel), menolak rencana penetapan kawasan pegunungan Meratus sebagai taman nasional.

Menurut Ketua PB PMII HSS, Mohammad Shofiyullah Cokro, hal tersebut diketahui berdasarkan hasil dialog yang dilaksanakan Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bersama tokoh masyarakat adat Dayak Meratus di Dusun Malaris pada Selasa (30/9) lalu.

“Dialog dilaksanakan bersama Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) HSS, Suriadi, membahas isu rencana penetapan pegunungan Meratus sebagai taman nasional,” ujarnya di Kandangan, ibu kota HSS, Senin (6/10).

Agenda dialog, katanya, bertujuan untuk mendengarkan langsung pandangan masyarakat adat yang terdampak rencana penetapan taman nasional.

“Dari hasil diskusi, kami menyimpulkan bahwa masyarakat adat Dayak Meratus, khususnya di Dusun Malaris, menolak rencana penetapan kawasan Meratus sebagai taman nasional,” katanya.

Penolakan itu didasari kekhawatiran masyarakat akan kehilangan hak atas tanah dan hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka.

Kawasan hutan pegunungan Meratus adalah rumah dan sumber penghidupan bagi masyarakat adat setempat, tempat berladang, berburu dan mencari nafkah yang jika dijadikan taman nasional, akan menghilangkan akses masyarakat adat terhadap tanah warisan leluhur.

Mohammad Shofiyullah Cokro menambahkan, hasil dialog tersebut akan diteruskan ke Pengurus PB PMII untuk diangkat menjadi konten digital.

“Melalui penyebaran konten digital, kami berharap semakin banyak pihak yang mengetahui situasi tersebut dan mendukung masyarakat adat Dayak Meratus,” tambahnya.

Langkah itu dilakukan agar isu tersebut lebih dikenal luas oleh masyarakat dan dapat menghimpun dukungan publik, agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.

Diharapkan, pemerintah dapat lebih terbuka terhadap aspirasi masyarakat adat yang terdampak langsung serta mengedepankan dialog sebelum mengambil keputusan final. (alf/ra)

Pewarta: M Alfi Syahrin

Journalist - Hulu Sungai Selatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Cabor Shorinji Kempo HSS Bidik Empat Emas di Porprov Tanah Laut

Sen Okt 6 , 2025
“Pelatda dan Ujian Kenaikan Tingkat Shorinji Kempo se-Kalsel menjadi bagian penting dalam peningkatan kualitas atlet sekaligus mempererat persaudaraan antar-dojo”

You May Like

HUT TABIRkota 3 Tahun

TABIRklip