
BENTENG yang terletak di Gunung Madang merupakan salah satu peninggalan penting perjuangan rakyat Banjar. Benteng ini pernah didirikan oleh para pejuang seperti Pangeran Hidayat, Demang Lehman, Tumenggung Antaluddin, dan tokoh-tokoh lainnya.
Selama masa perjuangan, benteng ini menjadi sasaran lima kali serangan dari pasukan kolonial Belanda, namun kelima serangan tersebut berhasil digagalkan oleh keberanian para pejuang Banjar.
Serangan pertama dari Belanda terjadi setelah Pangeran Hidayat dan Demang Lehman memerintahkan Tumenggung Antaluddin untuk membangun benteng tersebut. Namun, rencana ini ternyata diketahui oleh pihak Belanda. Pada 3 September 1860, pasukan Belanda melancarkan serangan mendadak.
Serangan tersebut mendapat perlawanan sengit dari para pejuang Banjar, yang juga melancarkan serangan balik secara tiba-tiba dan berhasil menewaskan beberapa tentara Belanda. Akibatnya, pasukan Belanda terpaksa mundur.
Keesokan harinya, tepatnya pada 4 September 1860, Belanda kembali menyerang untuk kedua kalinya. Namun dalam serangan ini, tiga granat milik mereka gagal meledak.
Dari dalam benteng, para pejuang membalas dengan tembakan, dan Letnan De Brauw, pimpinan serangan Belanda, tertembak. Pasukan Belanda kembali mundur dari medan pertempuran.
Pada 13 September 1860, serangan ketiga dilancarkan dengan tambahan bantuan dari wilayah Banjarmasin dan Amuntai. Serangan ini dipimpin oleh Kapten Koch dan dihadapi oleh Demang Lehman serta Tumenggung Antaluddin.
Dalam pertempuran ini, tembakan para pejuang menghancurkan roda meriam Belanda, memaksa Kapten Koch mundur. Berita kegagalan serangan ini pun menyebar luas hingga ke Banjarmasin.
Serangan keempat terjadi pada 18 Desember 1860. Kali ini, Kapten Koch kembali memimpin serangan bersama 91 opsir Eropa dan membawa meriam berat jenis howitzer. Serangan besar ini disambut langsung oleh Demang Lehman.
Namun, pertempuran kembali dimenangkan oleh pihak pejuang. Meriam howitzer jatuh, dan Kapten Koch tewas dalam pertempuran tersebut.
Serangan terakhir atau yang kelima dilancarkan pada 22 Desember 1860. Kali ini, pasukan Belanda kembali menghadapi para pejuang Banjar yang terdiri atas Demang Lehman, Tumenggung Antaluddin, Kiai Cakrawati, dan lainnya.
Namun, saat mereka menyerang, ternyata benteng telah ditinggalkan dan hanya menyisakan satu jenazah. Hal ini tentu membuat pihak Belanda merasa kecewa.***
Sumber: Buku Sejarah Banjar terbitan Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan, diterbitkan oleh Ombak Yogyakarta. Subjudul “Pertempuran di Gunung Madang”, halaman 332–334.
Editor : Muhammad Haryogi Maulani