
Oleh: Muhammad Ferian Sadikin
AWAN hitam menggulung, suara jangkrik dan rinai hujan yang menetes di atap rumah bersahutan. Dari balik pepohonan sosok bayangan hitam mengendap senyap berselimutkan gulita.
Sebuah rumah kayu dikelilingi beberapa bayangan yang mengintai dari balik celah lobang angin, sedangkan di kejauhan, sorot mata tajam mengintip memastikan keadaan.
Detak jam malam itu terasa lambat, deru napas memburu, menunggu momen yang tepat untuk melancarkan aksi, sekecil apapun kesalahan berakibat kaburnya mangsa buruan.
Perlahan ketukan demi ketukan dari sebuah rumah mulai terdengar sayup, namun tak ada sahutan sedikit pun.
Puluhan kali mengetuk, akhirnya suara derit pintu terdengar, di balik daun pintu menyembul sosok wajah pria dengan keringat yang mengucur dan tangan gemetar.
Bistik (bukan nama sebenarnya) warga Jalan Haji Arjan, Desa Murung A, Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) tak menyangka malam yang sunyi pada Arba (18/6) itu berubah menjadi mencekam, setelah ia melihat siapa yang berada di luar rumah.
Beberapa pria berpakaian preman yang sedari dulu ia takuti sudah berada di depan kelopak matanya. Tanpa pikir panjang, Bistik langsung mencari jalan untuk melarikan diri.
Namun niatnya itu sudah tercium tim Buru Sergap (Buser) Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres HST.
Kondisi jalan yang licin sehabis hujan, membuat Bistik beberapa kali terguling, namun setelah puluhan meter berlari, akhirnya Bistik berhasil dibekuk beserta Barang Bukti (Barbuk) dua paket sabu dengan berat kotor 0,93 dan bersih 0,55, satu serok, satu pak plastik bening, satu timbangan hitam, uang tunai Rp350 ribu dan gawai Vivo biru malam.

“Berdasarkan keterangan, Bistik sudah lama sebagai pemakai narkoba jenis sabu, namun baru enam bulan mencoba peruntungan menjadi pengedar,” Kasat Resnarkoba Polres HST, AKP Siswadi menceritakan.
Kepada petugas, Bistik mengaku bekerja sebagai buruh serabutan dengan menggantungkan hidup dari hasil manurih (menyadap karet) yang penghasilannya tak menentu.
Tergiur dengan cara instan untuk mendapatkan uang, Bistik mulai mencoba bisnis haram dengan menjual serbuk kristal dan akhirnya ketagihan tanpa memandang risiko.
Nasi sudah jadi bubur, Bistik dengan mata berkaca meringkuk di balik jeruji besi, menyesal pun sudah percuma, hanya tinggal menunggu penyelesaian berkas perkara.
“Kami juga terus melakukan pengembangan agar dapat mengepung pebisnis barang haram di HST, sesuai komitmen Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) setempat, AKBP Jupri JHP Tampubolon dalam memberantas narkoba,” ujar AKP Siswadi.
Berdasarkan data 2024 lalu, tersangka pengedar narkoba di HST mencapai 62 orang dengan total barbuk sebanyak 153,06 gram narkotika jenis sabu, dua pipet, 224 butir obat DMP, 1251 Carisoprodol, 2344 obat Atarax dan 1000 tablet putih.
Sedangkan data 2025, pada Januari petugas mengamankan empat tersangka dengan barbuk 10,66 gram sabu, 87 butir Alprazolam dan 15 butir Diazepam, kemudian Februari juga empat tersangka beserta 20,44 gram sabu.
Maret juga empat tersangka dengan total barbuk 1,22 gram sabu, April, dua tersangka dengan barang sitaan 2,85 gram sabu, Mei petugas mengamankan lima tersangka dengan barbuk 10,76 gram sabu, 36 butir Carnophen, 1.078 Atarax Alprazolam, 84 Valisanbe, 119 Riklona, 994 Alprazolam dan 96 Valdimex.
Membangun Mindset Generasi Muda
Era digital saat ini, kemudahan akses informasi dan komunikasi memungkinkan mafia narkoba mengedarkan barang haram tersebut dengan memanfaatkan dunia teknologi, bahkan sulit untuk dilacak.
Permainan para mafia narkoba terus berkembang seiring zaman yang semakin canggih. Sadisnya lagi, mereka memanfaatkan generasi muda untuk masuk ke dalam lingkar setan peredaran narkoba.
“Menangkap mafia narkoba itu tak semudah membalikkan telapak tangan, mereka licin seperti belut, bahkan sering kali kita adu strategi dan insting untuk mengungkap suatu kasus,” kata Kapolres HST, AKBP Jupri JHP Tampubolon.

Di awal tahun 2000-an, polisi masih bisa melakukan penyadapan terhadap mafia narkoba dalam proses ungkap kasus, namun seiring waktu, mereka terus meng-upgrade sistem peredaran barang haram tersebut.
Terlepas dari cara klasik “belanja” serbuk kristal di tempat tertentu, tak sedikit generasi muda yang terseret dalam permainan mafia narkoba dengan menyentuh teknologi, mulai dari game online, aplikasi dana hingga situs crypto atau bitcoin.
Tidak mudah untuk mengungkap peredaran narkoba, terlebih dari tangan para mafia. Puluhan kilogram yang diamankan puluhan kilogram juga barang lain tersebar.
Diperlukan effort dan pengabdian yang luar biasa dari bhayangkara negara untuk memutus mata rantai peredaran narkoba, karena para mafia itu selalu selangkah lebih maju dalam menyusun strategi, tentunya pihak kepolisian juga berusaha untuk mengimbangi permainan mereka.
“Untuk menyelamatkan generasi muda, kita harus gencar melakukan pencegahan, dimulai dari bangku sekolah agar masa depan mereka terselamatkan,” AKBP Jupri JHP Tampubolon menjelaskan.
Mindset positif untuk generasi muda harus dibangun, orang tua harus berperan menjadi polisi di rumahnya masing-masing dengan cara mengawasi, membimbing, dan melarang mereka menyentuh narkoba.
Berkaca pada negara maju, kesadaran generasi muda tentang bahaya narkoba telah ditanamkan sejak dini di bangku sekolah atau rumah, sehingga lambat laun jaringan peredaran narkoba di sana menyempit dan pergerakan bandar tak bisa leluasa.
Menurut AKBP Jupri JHP Tampubolon, masyarakat HST mulai membangun kesadaran dari dalam bilik rumah, karena zaman sekarang pergaulan negatif masuk melalui denting gawai pemiliknya.
“Orang tua harus mampu memfilter penggunaan gawai dan mengontrol pergaulan anaknya di luar rumah, agar tak dimanfaatkan mafia narkoba menjadi agen distribusi barang haram,” ujarnya.
Selain itu, tambahnya, Polres HST juga terus melakukan kampanye anti narkoba dengan menggelar berbagai event untuk masyarakat dan generasi muda setempat agar terhindar dari narkoba.
“Kami menggelar berbagai event olahraga, seperti mini soccer, sepak bola, dan bulu tangkis, baik kategori umum atau internal Polres HST agar menjauhkan masyarakat maupun anggota dari penyalahgunaan narkoba,” tambahnya.
Polres HST juga rutin melakukan sosialisasi dampak dan bahaya narkoba untuk kehidupan serta masa depan generasi muda, tujuannya agar pemuda setempat selamat dari lingkar setan penyalahgunaan narkoba.
HST Harus Punya BNNK
1971 silam, Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 dikeluarkan kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi enam permasalahan menonjol, salah satunya adalah penyalahgunaan narkoba.
Setelah dikeluarkannya inpres tersebut, di tahun yang sama BAKIN membentuk Badan Koordinasi Pelaksana atau Bakolak di bawah komandonya yang terdiri dari wakil departemen kesehatan, sosial, luar negeri, kejaksaan agung, dan lainnya.
Pemerintah orde baru kala itu, menilai permasalahan narkoba di Indonesia adalah hal kecil dan berkeyakinan bahwa masyarakat tidak akan terjerumus, karena mereka memiliki Pancasila serta agama sebagai pedoman.
Ternyata pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancamannya, sehingga pertengahan 1997 lalu negara mengalami krisis mata uang regional yang akhirnya permasalahan narkoba juga turut meledak.
Kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang narkotika.
Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, maka pemerintah membentuk Badan Kooordinasi Narkotika Nasional (BKNN) yang kini dikenal Badan Narkotika Nasional (BNN) dan diberikan kewenangan penyelidikan serta penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
“Saat ini, BNN Kabupaten Balangan yang membawahi HST telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas peredaran narkoba, salah satunya dengan pencegahan,” Kepala BNNK Balangan, M Faisal Sidiq menjelaskan.
HST termasuk wilayah yang rawan penyalahgunaan dan peredaran narkoba dengan beberapa daerah memiliki zona merah, sedangkan kantor BNNK belum punya.
2024 lalu, data pecandu narkoba dari HST yang direhabilitasi di Klinik Pratama BNNK Balangan berjumlah 16 orang, diantaranya, sembilan orang secara sukarela dan tujuh orang karena proses hukum melalui mekanisme terpadu.
Untuk BNNK Balangan telah beberapa kali melakukan sosialisasi di HST, karena keterbatasan personel, maka tidak bisa melakukan penindakan, hanya fokus untuk pencegahan dan rehabilitasi.
“Sedangkan untuk pemberantasan dan penangkapan bandar atau pengedar, kami berkoordinasi dengan BNN dan Polda Kalsel, karena perlu effort yang lebih agar benar-benar bersih narkoba,” kata Faisal.
Selama ini, sinergitas BNN dengan pemerintah setempat berjalan baik, jadi kedepannya HST harus memiliki kantor BNNK agar ada kontrol dan masyarakat terhindar dari penyalahgunaan narkoba.
Bergandeng Tangan Melawan Narkoba
Pemberantasan narkoba tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak kepolisian saja, diperlukan sinergi Bersama dari berbagai elemen, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama atau Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HST.
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) HST, Muhammad Yani, peredaran narkoba tak dapat dipandang sebelah mata, karena dapat mengancam masa depan generasi muda, khususnya di Bumi Murakata (sebutan lain untuk HST, red).
“Melawan narkoba memerlukan treatment khusus melalui sosialisasi dan rehabilitasi, karena kalau sudah kecanduan berat, tidak ada penanganan efektif, kecuali kematian,” ujarnya.
Selama ini, katanya, Pemkab HST dengan Polres setempat selalu bergandeng tangan dalam melawan peredaran narkoba, salah satunya melalui patroli atau Razia Bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat di warung remang-remang.
“Pemkab HST juga menyediakan wadah bagi generasi muda untuk melakukan kegiatan positif agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba, seperti Balai Rakjat Creative Hub yang tiap harinya ada kelas musik, tari, melukis, bahasa inggris, paduan suara dan lainnya,” katanya.
Selain melakukan penyuluhan atau sosialisasi, Pemkab HST juga sedang merencanakan pembentukan BNNK HST agar pemberantasan narkoba dapat efektif dan maksimal.
Pemberantasan narkoba di HST juga mendapatkan dukungan dari tokoh agama atau ulama setempat, karena mereka dinilai mampu memberikan siraman rohani dan menyentuh langsung di kalangan masyarakat.
Salah satu tokoh agama di HST, Guru Muda Akhmad Kamal Al-Makki Al-Banjari mengatakan, narkoba bukan jalan instan, malah hanya menghadirkan kekuatan dan fantasi sesaat, karena mudharatnya jauh lebih besar dibanding manfaat.
“Efek dari penyalahgunaan narkoba sangat mengerikan bagi generasi muda, bahkan Al-Qur’an juga berulang kali mengingatkan bahaya penggunaan barang haram tersebut,” katanya.
Zaman dulu, orang Quraisy banyak yang senang dengan hal yang memabukkan dan itu semua dianggap lumrah bagi mereka, bahkan para sahabat pun sebelum masuk islam memiliki kebiasaan seperti itu juga.
Setelah disentuh agama islam, maka diajarkanlah cara pemberantasan khamar atau narkoba yang sudah merasuk budaya dan kebiasaan masyarakat itu secara bertahap melalui ayat Al-Qur’an yang turun.
Tahap pertama pada Surah Al-Baqarah ayat 219 yang menerangkan bahwa barang yang memabukkan dan perjudian tidak ada manfaatnya bagi manusia, hanya saja dosanya lebih besar.
Tahap kedua, Surah An-Nisa ayat 43 menerangkan bahwa pecandu narkoba atau seorang yang sedang mabuk dilarang untuk shalat, sampai ia sadar dari perbuatan terlarangnya tersebut.
Tahap terakhir, Surah Al-Maidah ayat 91 dan 92 menerangkan tentang pengharaman secara total terhadap kebiasaan mabuk atau yang sekarang disebut penyalahgunaan narkoba, karena dapat menimbulkan permusuhan, kebencian dan menghalangi untuk mengingat Allah.
Akhmad Kamal menambahkan, komitmen Kapolres HST, AKBP Jupri JHP Tampubolon memberantas narkoba sudah selaras dengan tujuan syariah islam.
“Karena dapat menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta agar kehidupan serta ibadah masyarakat di HST dapat berkualitas,” tambahnya.
Kini di sudut bilik jeruji besi, Bistik merenung dengan mata berkaca menyesali perbuatannya yang telah menjadi pemakai sekaligus pengedar narkotika jenis sabu. (fer)