
RANTAU (TABIRkota) – Dua buruh harian lepas proyek perumahan Anugrah Tapin Regency di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Roni Azhar dan Umar mengajukan praperadilan atas penetapan status tersangka serta penahanan yang dilakukan Kepolisian Resor (Polres) setempat terhadap mereka.
Menurut kuasa hukum keduanya, Hartinudin, penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian pada 14 April lalu terhadap dua orang tersebut, dinilai cacat prosedur karena tidak disertai surat perintah maupun surat tugas yang sah.
“Laporan polisi justru baru dibuat dua hari setelah penangkapan, itu jelas bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” ujarnya di Pengadilan Negeri (PN) Rantau, Arba (11/6).
Ia mengatakan, Roni dan Umar hanya menjalankan tugas sebagai buruh pengurukan tanah di proyek perumahan Anugrah Tapin Regency.
“Namun saat membantu warga mengisi lahan rumah menggunakan tanah dari lokasi proyek, keduanya dituduh menjual tanah uruk secara ilegal,” katanya.
Polisi menjerat keduanya dengan Pasal 158 dan 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang mengatur sanksi terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin.
Ia menilai tindakan kepolisian merupakan bentuk salah tafsir hukum.
Tanah uruk bukan mineral atau batubara, tambahnya, sehingga tidak termasuk kategori bahan tambang.
“Bukan tambang ilegal, itu kasus salah prosedur dan penerapan undang-undang,” tambahnya.
Pihaknya berharap hakim mengabulkan permohonan praperadilan dan membatalkan penetapan tersangka terhadap Roni dan Umar serta membebaskan keduanya dari tahanan.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tapin, AKP Galih Putra Wiratama mengatakan, Roni dan Umar dinyatakan menggunakan alat berat milik pengembang untuk menggali tanah dari lokasi proyek.
“Lalu (mereka, red) menjualnya kepada warga dengan harga Rp300 ribu per rit, aktivitas itu dilakukan berulang kali,” katanya.
Ia menambahkan, polisi menyita barang bukti tersebut berupa satu unit excavator dan satu truk pengangkut tanah.
“Kini keduanya ditahan dengan ancaman maksimal lima tahun penjara,” demikian Kasat Reskrim dalam konferensi pers di Polres Tapin pekan lalu. (zr)