
JAKARTA (TABIRkota) – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetapkan “Bos” atau Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero), sebagai tersangka bersama enam orang lainnya terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kejagung RI, Abdul Qohar, tujuh tersangka tersebut, terdiri empat orang petinggi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan tiga lainnya dari pihak swasta.
“Perbuatan melawan hukum itu, telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun,” ujarnya di Gedung Kejagung RI, Jakarta, dilansir dari bbc.com, Selasa (25/2).
Ia mengatakan, akibatnya bersumber dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri dan kerugian impor minyak mentah melalui broker.
“Juga kerugian impor Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi,” katanya.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan, modus para tersangka yaitu “mengondisikan” produksi minyak bumi dalam negeri menjadi berkurang dan tidak memenuhi nilai ekonomis.
“Sehingga perlu impor dan melakukan “mark up” kontrak pengiriman minyak,” katanya di Jakarta.
Hasil impor, tambahnya, dimasukkan dulu ke penyimpanan di Merak, Banten.
“Tersangka mengimpor RON 90 (setara Pertalite, red), 88 dan dibawahnya lalu dicampur di situ, supaya kualitasnya jadi merk dagang RON 92 (Pertamax, red),” tambahnya.
Tujuh tersangka yang ditetapkan Kejagung masing-masing Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, inisial RS, Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, SDS, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, YF.
Juga VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina International, AP, Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa, MKAR, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, DW serta Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak, GRJ.
Atas perbuatan tersebut, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (zr)