Miliki Nama Seram, Desa di Balangan Ini Masuk Daftar Desa dengan Nama Unik di Indonesia

“Saat melintas di wilayah desa tersebut dalam upaya mencari Pangeran Antasari, serdadu Walanda mendapat serangan mendadak dari para pejuang hingga pertempuran sengit tak terelakkan yang mengakibatkan korban berguguran”

(foto: TABIRkota/mc blgn)

DI KABUPATEN BALANGAN, Kalimantan Selatan (Kalsel), tepatnya di Kecamatan Batumandi, terdapat sebuah desa dengan nama yang cukup membuat orang bergidik saat pertama mendengarnya. Minimal orang akan mengernyitkan kening begitu nama desa itu disebut.

Saking tidak biasanya nama desa itu, salah satu televisi nasional bahkan pernah memasukkannya dalam daftar tujuh desa dengan nama paling unik di Indonesia.

Desa itu disebut Timbun Tulang. Terdengar menakutkan, bukan?. Setidaknya, orang yang baru mendengar nama Desa Timbun Tulang akan melongo heran dan bisa jadi tidak langsung percaya.

Namun ternyata, dibalik nama Desa Timbun Tulang yang terkesan menakutkan itu, terdapat sejarah dan cerita perjuangan yang heroik. Sejarah tentang perlawanan rakyat setempat terhadap penjajah Belanda atau oleh masyarakat Banjar disebut Walanda.

“Nama Timbun Tulang diambil untuk mengenang perjuangan dan pengorbanan mereka yang telah gugur saat perang Banjar bergejolak,” salah seorang tokoh masyarakat Timbun Tulang, Mursani, memulai kisah.

Di zaman penjajahan Walanda, Timbun Tulang merupakan salah satu basis pertahanan para pejuang. Wilayah desa tersebut, konon sering dilintasi serdadu Walanda yang mencari jejak Pangeran Antasari dan pasukannya.

Sebagai satu-satunya akses perlintasan, membuat kawasan Timbun Tulang seringkali dilalui serdadu Walanda. Sehingga, membuatnya menjadi lokasi strategis bagi para pejuang untuk melakukan penyergapan.

Saat melintas di wilayah desa tersebut dalam upaya mencari Pangeran Antasari, serdadu Walanda mendapat serangan mendadak dari para pejuang. Pertempuran sengit tak terelakkan yang mengakibatkan korban berguguran, baik dari pihak pejuang maupun Walanda.

Korban yang berguguran, kemudian dikuburkan secara massal.

“Lambat laun, daerah tempat menguburkan secara massal itu akhirnya disebut Timbun Tulang,” ujar Mursani.

Seiring waktu, wilayah yang dulu menjadi tempat menimbun tulang belulang itupun mulai berkembang. Lambat laun, mulai dihuni dan menjadi pemukiman warga.

“Zaman Orde Baru, nama Timbun Tulang sempat mau diubah karena dinilai terlalu seram, namun karena keburu reformasi sehingga tidak jadi,” Mursani terkekeh sembari bercerita.

Dulu wilayah Timbun Tulang masuk dalam wilayah pemerintahan Desa Batumandi. Namun kemudian Timbun Tulang memiliki pemerintahan sendiri dan lepas dari desa induknya, setelah pemekaran wilayah pada 1970.

Menurut sejarawan Balangan, Dharma Setiawan, di Batumandi tercatat memang pernah terjadi pertempuran antara pasukan Pangeran Antasari melawan serdadu Walanda. Pertempuran tersebut dikenal dengan nama Pertempuran Benteng Batumandi yang terjadi pada 1861.

“Namun untuk lokasi pastinya, tidak jelas apakah memang di Timbun Tulang atau tidak. Yang pasti, berdasarkan catatan sejarah di Museum Belanda disebutkan, lokasi Pertempuran Benteng Batumandi merupakan daerah perbukitan,” ujarnya.

Menurut catatan Belanda, para serdadu di bawah komando Van der Heidi saat melintas wilayah Batumandi tiba-tiba mendapat serangan mendadak. Tiba-tiba, batang-batang pohon besar menggelinding dari atas perbukitan yang menimpa para serdadu Belanda hingga banyak dari mereka yang tewas.

“Pertempuran Benteng Batumandi dipimpin Demang Lehman untuk mencegah serdadu Belanda mencapai Benteng Tundakan di Kecamatan Awayan saat ini yang menjadi tempat persembunyian Pangeran Antasari bersama Tumenggung Jalil dan para pejuang,” kata Dharma Setiawan.

Hingga saat ini, Timbun Tulang terus berkembang dan menjadi desa yang maju dengan jumlah penduduk sebanyak 1.887 jiwa, terdiri dari 961 laki-laki dan 926 perempuan. (ra)

Uploader: Zidna Rahmana

Pewarta: M Rastaferian Pasya

Journalist - Balangan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Grand Final Naga 2024, Bupati HST: Mereka Representasi Budaya Bumi Murakata

Sab Mei 25 , 2024
"Pada malam final duta kebudayaan, Irgi dan Mutia berhasil terpilih sebagai Nanang dan Galuh HST 2024"

You May Like

HUT TABIRkota 3 Tahun

TABIRklip