JAKARTA (TABIRkota) – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) RI menanggapi video viral di media sosial terkait tuak, wine, beer dan tuyul yang mendapat sertifikat halal.
Menurut Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal, BPJPH Kemenag, Mamat Salamet Burhanudin, permasalahan tersebut terkait dengan penamaan produk, bukan pada zat yang terkandung didalamnya.
“Masyarakat tidak perlu ragu karena produk yang telah bersertifikat, sudah terjamin kehalalannya,” ujarnya dalam keterangan, dilansir dari detik.com, Kamis (3/10).
Produk bersertifikat halal, katanya, telah melalui proses sertifikasi dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku.
“Penamaan produk halal sudah diatur oleh regulasi melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal dan Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal,” katanya.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal dengan nama produk yang bertentangan dengan syariat Islam atau bertentangan dengan etika serta kepatutan yang berlaku dan berkembang di masyarakat.
Namun kenyataannya, tambahnya, masih ada nama-nama produk seperti wine, beer, tuak dan tuyul yang mendapatkan sertifikat halal, baik yang ketetapannya dikeluarkan Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal.
“Hal itu terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk,” tambahnya.
BPJPH mengungkapkan, berdasarkan data Aplikasi Sihalal, contoh nama produk menggunakan kata “wine”, sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal Komisi Fatwa MUI sebanyak 61 produk dan 53 produk sertifikatnya diterbitkan Komite Fatwa.
Contoh nama produk lainnya dengan menggunakan kata “beer”, sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI sebanyak 8 produk dan 14 produk diterbitkan Komite Fatwa.
Melalui data tersebut, BPJPH memberikan fakta tentang perbedaan pendapat di antara ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. (zr)