Nekat Membawa Nikmat Mahasiswa Program IBFL

“Upaya Ridan untuk sampai ke titik menjadi mahasiswa ULM tahun ajaran 2024, teramat terjal. Pendakian hidup yang dilalui menjadi tidak mudah ketika ayah dan ibunya memutuskan menyudahi ikatan perkawinan”

Muhammad Ridan, penerima Program IBFL Adaro, nekat yang membawa nikmat (foto: TABIRkota/ist)

MUHAMMAD RIDAN, remaja berusia 18 tahun itu seperti kehabisan kesedihan dan air mata. Sementara di belakangnya, dua mahasiswi tampak sesenggukkan.

Mereka tak mampu menyembunyikan keharuan. Berkali-kali mereka usap air mata, tetap saja pipinya basah. Seolah kegetiran hidup Muhammad Ridan ditimpakan ke diri mereka.

Ridan, begitu akrab disapa. Kisah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut, mampu menghipnotis ratusan audiens yang memenuhi Gedung General Building Lecture Theatre ULM, Senin (9/9).

Upayanya untuk sampai ke titik menjadi mahasiswa ULM tahun ajaran 2024, teramat terjal. Pendakian hidup yang dilalui menjadi tidak mudah ketika ayah dan ibunya memutuskan menyudahi ikatan perkawinan yang sudah terbina cukup lama.

Tepat ketika Ridan naik ke kelas dua Madrasah Aliyah (setingkat SLTA), ia kehilangan kontak dengan sang ibu. Ayahnya pun menyerah untuk mendukung Ridan menamatkan sekolahnya.

Ketika itu tahun-tahun yang berat bagi remaja asal Kabupaten Balangan tersebut. Agar sekolahnya berlanjut, dia harus membagi fokus, selain belajar juga mencari duit.

Jadilah remaja yang bercita-cita menjadi politisi itu bekerja sebagai buruh lepas di sebuah pencucian motor. Berangkat dari sana, sekolah yang sisa setahun pun berhasil dituntaskan.

Menjadi mahasiswa adalah angan-angannya. Sementara, bermimpi bisa kuliah di ULM Banjarmasin adalah jadi rebutan ribuan bagi siswa lainnya.

Hal itu sempat membuatnya takut bermimpi. Pernah mencoba merangkai semua impian, tetapi berantakkan di tangan ayahnya.

“Cari kerja saja agar dapat uang. Kamu tak perlu berkhayal untuk kuliah sebagaimana teman-temanmu,” ujar sang ayah kala itu.

Tak salah apa yang dikatakan sang ayah, karena beliau paling mengerti bagaimana kondisi ekonomi keluarga yang tak lagi normal.

Ayahnya memendam derita tak kalah hebat. Laksana sudah terjatuh, ditimpa dahan berduri. Isterinya pergi meninggalkan rumah dan tak lama kemudian kontrak kerja di salah satu perusahaan telah habis.

“Tidak usah kamu kuliah, karena akan menyulitkan dirimu sendiri. Kebutuhan sehari-hari saja sulit, bagaimana bisa bayar kuliah,” begitu kata tetangga meyakinkan Ridan.

Sambil tetap menjalani kesehariannya sebagai buruh pencuci motor, Ridan nekad turut mendaftar kuliah di ULM Banjarmasin pada tahun ajaran baru secara online. Tuhan mementahkan saran ayah dan tetangganya dengan menyediakan kesempatan yang terbuka lebar.

Di keadaan tak memiliki apapaun, orang tua sahabatnya yang tinggal di desa berbeda, menawarkan bantuan untuk membayar biaya UKT.

ULM menetapkan UKT paling minimal kepada Ridan, yakni Rp1 juta per semester. Dengan uang itulah kemudian Ridan resmi tercatat sebagai mahasiswa ULM Banjarmasin.

“Orang tua sahabat saya itu sangat baik. Bahasanya memberi pinjaman, padahal belakangan ulun (saya, red) dilarang mengembalikannya,” Ridan mengenang saat itu.


Ikut Program IBFL

Memulai kuliah perdana itu kebangaan mahasiswa baru. Tapi Muhammad Ridan, justru menyambutnya dengan keprihatinan.

Berangkat dari desanya, Sungai Katapi, Kecamatan Paringin, hanya bermodalkan uang Rp50 ribu rupiah yang sebagian digunakan untuk membelikan Bahan Bakar Minyak motor teman yang ditumpanginya.

Beruntung, Ridan dapat tumpangan kediaman di Banjarmasin, milik orang Balangan juga. Beberapa temannya turut menumpang di sana tanpa perlu membayar.

Untuk keperluan makan mereka patungan. Hanya Ridan yang tidak diminta patungan. Sebagai gantinya, Ridan mesti pergi berbelanja dan memasak buat teman-teman lainnya.

Untuk menunjang kebutuhan kuliah, Ridan memutuskan sambil bekerja di kedai kopi. Jika perkuliahan pagi sampai siang, maka sore hingga malam dihabiskannya melayani pelanggan. Hingga akhirnya, dia dapat telpon dari akademik tawaran beasiswa program Indonesian Bright Future Leader (IBFL) Yayasan Adaro Bangun Negeri (YABN).

“Setelah mengikuti rangkaian tes, mulai dari wawancara hingga psikotes, saya dinyatakan lulus. Jadi untuk semester kedua hingga akhir, semua dibayar oleh Adaro. Tidak hanya uang UKT, tapi juga kebutuhan primer, pembinaaan dan pengembangan, jurnal dan skripsi,” ujar Ridan yang kini sudah bisa tersenyum.

Remaja kelahiran Barabai namun tinggal Balangan tersebut, menyebut jalan hidupnya dipenuhi banyak kesulitan tetapi hari ini dia dapati banyak hikmah.

Diterimanya ia sebagai seorang dari seratus peserta IBFL Adaro, merupakan jawaban dari Tuhan atas do’anya.

“Ya Tuhan, kuatkan hati dan bathinku. Tolong hamba dari gunjingan orang yang melumpuhkan. Jauhkan dari rasa iri hati melihat kerukunan anak-anak lainnya dengan kedua orang tua mereka. Puaskan hati hamba jika melihat apa yang orang lain miliki, walau hanya sekadar memandang,” Begitulah untaian do’a yang senantiasa dipanjatkan Muhamamd Ridan.

Ketekunannya untuk bisa kuliah walau dengan keadaan keluarga yang tercerai berai, tidak menutup rahmat Tuhan untuk digenggam.

Dia pun menyemangati seratusan mahasiswa yang hadir saat itu, untuk terus maju sekalipun berasal dari keluarga seperti yang dialaminya.

Ridan betul-betul nekat. Namun akhirnya, kenekatan itulah yang membawanya beroleh hikmah dan nikmat, tuah hidup yang menuntunnya pada jalan yang selamat.***

TABIRkota

Dari Banua Untuk Dunia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Pembangunan Rumah Swadaya Dimulai, Bupati HST Serahkan Buku Tabungan Penerima Bantuan

Sel Sep 10 , 2024
"Diikuti 109 penerima bantuan, masing-masing mendapatkan senilai Rp25 juta per unit dari kegiatan peningkatan kualitas rumah swadaya"

You May Like

HUT TABIRkota 3 Tahun

TABIRklip